Sabtu, 28 Juli 2012

Kakekku seorang veteran

23 Juli 2012 kemarin gue sudah menghirup teriknya matahari kota Surabaya. Surabaya memang gapernah bisa gue lupakan. Dulu SMP kelas 3 gue pernah sekolah di Gresik. Kakek gue tinggal sendiri disana jadi gue harus nemenin beliau. Gresik itu jauh lebih panas dan berdebu dibanding Surabaya kalo gue bilang. Namun kota ini selalu menyimpan daya tarik bagi yang datang dan bersiaplah untuk sakit hati melihat postur tubuh nanti..karena beragam kuliner disini gabakal bisa bikin lidah istirahat sejenak.
Dua hari yang lalu gue terbangun saat udara mulai meniupkan kehangatannya sampe2 gue keringetan. Pantes aja, jam 10 siang ternyata. di teras kakek gue yang biasa gua panggil mbah kung udah duduk manis dengerin radio dengan siaran faforitnya. Gue ngikut duduk di teras. Rumah mbah besar banget dengan gaya retro rumah-rumah tahun 80-an membuat suasana di dalem sejuk, halamannya pun sangat luas stidaknya 8 mobil kijang mungkin lebih bisa parkir disitu.
Gatau gimana awalnya.. Mbah kung cerita soal perjuangannya dulu merebut kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya gue emang udah tau kalo beliau emang seorang veteran. Tapi, emang dasar cuek jadi dulu gue belom pernah nanya-nanya soal perjuangan dia ini. Jadi yang gue tau cuma dia seorang veteran dan mata kaki kanannya hilang terkena tembakan saat melawan penjajah.. klasik
Tahun 1945, semua orang tau itulah tahun kemerdekaan Indonesia. Tapi, ternyata yang sudah menerima kemerdekaan Indonesia itu hanyalah India dan wilayah-wilayah Asia. Sedangkan negara-negara sekutu belum mau mengakuinya dan masih ingin terus memiliki Indonesia. Setelah itu banyak sekali perundingan-perundingan yang dilakukan oleh Belanda. Namun, arek-arek Suroboyo sudah tau betul itu cuma akal-akalan Belanda dan semakin mereka berunding semakin besar kekuatan Belanda untuk memiliki Indonesia. Mbah Kung juga mengenal Bung Tomo, menurut beliau Bung Tomo itu sosok yang perkataannya dapat mengobarkan api semangat perjuangan dari dalam diri setiap arek2 Suroboyo maka dari itulah mereka tidak pernah ada rasa takut untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Banyak front yang dibentuk untuk melawan penjajah, gue lupa front apa aja tapi yang gue inget, kakek gue masuk ke dalam Front Pelajar. Anak laki-laki usia minimal 17 tahun wajib militer saat itu. Perasaan takut dan terpaksa ada di dalam diri kakek gua saat itu. mau nggak mau ya harus mau kan. Penasaran dalam hati gue, sebenernya seperti apa penjajahan itu ? Menurut beliau, Indonesia sebenernya makmur saat dijajah Belanda. Semua murah, kita dididik menjadi orang yang disiplin dan semua yang baik-baik deh. Tapi itu ga semua, ada juga orang diluar sana yang dipaksa kerja rodi. Untuk apa ? untuk kemakmuran Indonesia juga. Jadi Belanda itu lebih menjajah secara halus dan ujung-ujungnya mereka pengen merebut Indonesia juga. Setelah Jepang berhasil masuk, barulah banyak terjadi perang menggunakan senjata karena itu baru-baru PD II. "lebih soro" dijajah Jepang kalo kata mbah kung yang berarti lebih susah lebih tersiksa. Menurut mbah, Jepang itu pake sistem militer dan kita harus lawan dengan militer juga.
Tahun 1946 tepatnya tanggal 6 Januari, terjadi perlawanan terhdap Jepang. Salah satu pasukan Indonesia adalah mbah kung. Beliau masih sangat muda, baru genap 17 tahun, memegang senjata pun masih berat, topinya masih miring sana miring sini. Biarpun begitu, beliau sudah di training sehingga semangat dan keberaniannya timbul. Tidak ada senjata api yang dibawa oleh Surabaya, bambu runcing lah yang menjadi senjatanya. Kalau tidak salah perang itu di sekitar perbatasan Gresik-Surabaya. Jepang menyerang dengan granat, tank, dan mortir. Suasana saat itu saat mencekam. Mbah kung bersama kawan-kawannya hanya bisa  bergerak tiarap. Mayat disana-sini, tragisnya orang di kanan dan kiri mbah kung terkena tembakan tepat di kepala mereka. Beliau pun hanya bisa terus bergerak berlindung. BUUUOOOMMM !!!! mortir diluncurkan. Mbah Kung pun terkena pecahan mortir, sekujur tubuhnya ngilu. "Rasane iku koyok sikut iki lek kepentok. Kan grenyeng toh ?  Nah iki rasane kyok ngono tapi sa'awak-awak." kata mbah kung. Beliau gatau pasti tepatnya di bagian mana kena mortir. Yang ia tau hanya ia harus menyelamatkan diri secepatnya atau mati disitu. Perang berkahir, hanya segelintir orang yang hidup. Beliau pun ngesot-ngesot sampai di JL. Veteran Gresik (sekolah SMP gue ^^). Akhirnya ada truk besar dan beliau pun diangkut disitu untuk dibawa ke Rumah Sakit. Trunya besar, 1 truk disekat-sekat kayak kandang ayam, isinya 25 orang. Sampai di Rumah Sakit, hanya mbah saja yang masih hidup. ke-24 lainnya semua sudah tewas kehabisan darah. Mbahku dibekali ilmu PPGD oleh frontnya sebelum berangkat perang, setelah beliau sadar bahwa mata kakinya bersimbah darah langsung beliau robek bajunya dan diikatnya yang kencang di paha. Perawat yang menurunkan orang-orang dari truk itu terlihat tidak asing lagi dengan mayat-mayat. "Ini mati. Ini mati. Ini juga mati. Mati kabeh wis" kata si perawat saat menurunkan ke 24 orang itu. Mbah kung yang lemas cuma bisa melambaikan tangannya pelan "aku sik urip iki !". Seketika mbah langsung mendapat pertolongan. Beliau ditidurkan di kasur, segera di bius. Lampu petromak yang remang-remang menerangi koridor rumah sakit itu yang kebetulan memang sudah malam. Matapun terpejam..mbahpun  tertidur.
Tugu Pahlawan yang kita kenal sekarang ternyata dulunya itu Gedung Pengadilan yang dibangun oleh Belanda dan akhirnya dijadikan markas kempetai oleh Jepang. Saat itu tanggal 10 Nopember 1945 (jadi flashback ya ? ^^). Ribuan arek-arek Suroboyo maju menyerang besar-besaran bersenjatakan bambu runcing. Mbah Kung ada diantara pasukan itu. Masih sehat dan mata kakinya pun masih ada. Besar-besar banget senjata Jepang, apalagi ada tembakan yang itu tuh.. gue gatau namanya apa. Pokonya kalo di Rambo tuh, senjatanya dipake ma vietkongnya tembakan yang bisa diberdiriin terus diputer kanan-kiri dan peluru-pelurunya digantung jadi udah otomatis gitu. Ribuan pemuda tewas disana, bayangkan ! benar2 ribuan.. Tapi ribuan yang tewas itulah membawa ribuan kali lipat semangat perjuangan yang timbul kembali. Mbahkung tusuk sana tusuk sini. Alhasil beliau berhasil merebut senjata yang besar itu, gantian orang-orang Jepang yang ditembakin sama arek2. Semuanya seneng, bersorak sorai karena akhirnya Jepang nyerah udah ngaku kalah. Maka dari itu, Tugu Pahlawan dibangun karena ribuan darah yang berkorban disitu..perjuangan Arek-arek Suroboyo.
Mbah Kung juga cerita soal perang gerilya yg dipimpin ma Jenderal Sudirman. Tiap hari, mbah tidur di hutan sembunyi dari Jepang. Sekitar jam 3 pagi, sepi..hening merekapun turun ke perkampungan yang didiami oleh Jepang. BAMM ! granat mereka lempar. Hancurlah Jepang. Senjatanya pun diambil sehingga arek-arek Suroboyo bisa menyerang sekutu gapake bambu runcing lagi. senyum simpul merekah dari bibir Mbah, gue tau walaupun kenangan yang mengerikan tapi tetep jadi rasa bangga tersendiri.
Tiba-tiba sekutu datang, Mbah juga lupa kapan persisnya saat itu. Inggris yang belum menerima kekalahan Indonesia datang bermaksud menyingkirkan Jepang dan merebut Indonesia. "Opone sing arep disingkirno, wong Jepang loh wis kalah ambek kene" kata Mbah sambil ketawa. Sedikit saja mbah cerita soal itu. yang Mbah ingat, beliau ikut melawan di Jembatan Merah Surabaya. Saat itu pasukan Inggris dipimpin oleh Brigjen Mallaby. Kata Mbah, dimana-mana dia selalu menang ga terkalahkan pokonya. Ehh pas di Surabaya, dia ditembak oleh salah satu arek-arek Suroboyo hingga jatuh ke sungai dan konon kabarnya jenazahnya hanyut sampe ga ditemuin lagi deh.
Senyum Mbah makin lebar ke gue. Seraut wajah yang sudah keripu memunculkan kembali rasa bangganya. Bangga karena telah membela tanah air. Mbahku, Mulyono Martowiryo di usianya kini 78 tahun masih tegap dan dapat melakukan segalanya sendiri. Menjaga tanah air saja bisa, menjaga dirinya sendiri pasti hal kecil untuknya. "Ayo sana mandi" Mbah menutup kisahnya. Bangganya, kakek gue seorang pejuang yang tangguh. Hal yang dapat dipetik buat gue adalah sesuatu itu ga bakal bisa diraih dengan mudahnya tanpa ketekunan, tekad dan semangat yang tinggi.